Suaraeradigital.id – Surya Bakti Batubara SH MH, Kuasa Hukum dari Direktur CV Kalimass Jaya Utama, H. Amran SE, mengungkap adanya indikasi pemerasan dan penggelapan yang diduga dilakukan oleh PT Intan Baruprana Finance (IBF) dalam konflik bisnis perjanjian Sewa-Beli alat berat/Beco yang dilakukan kedua perusahaan tersebut.
Atas munculnya dugaan pemerasan dan penggelapan, Surya atas nama Kliennya kemudian mengirimkan surat Permohonan Perlindungan Hukum atas tindakan PT IBF yang dianggap telah merugikan kliennya.
Surat perlindungan hukum itu ditujukan untuk Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kepada Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB).
Pelaporan ke OJK dan IKNB dilakukan Surya setelah PT IBF mengajukan gugatan Pailit (Mempailitkan CV Kalimass Jaya Utama) ke Pengadilan Niaga Surabaya terkait klaim tagihan PT IBF yang belum dibayar oleh PT Kalimass. Gugatan Pailit itu diajukan lantaran PT Kalimas dianggap tidak mampu membayar nilai tagihan utang yang diklaim PT IBF secara sepihak sebesar Rp32 miliar
Surya menegaskan, pihak CV Kalimass akan melakukan perlawanan dengan mengungkap sejumlah fakta mengejutkan terjadinya dugaan pemerasan dan penggelapan yang dilakukan PT IBF terhadap CV Kalimass. Hal itu dituangkan dalam surat yang dikirim kepada OJK dan IKNB.
Menurut Surya, Kronologis terjadinya konflik antara Kliennya dengan pihak IBF. Hubungan bisnis diantara dua perusahaan itu dimulai saat terjadi Perjanjian Sewa Beli Alat Berat atau Beco dimana PT IBF sebagai pemilik barang atau modal yang penjaminnya adalah 3 Bank Nasional.
“Sewa-Beli itu dimulai sejak tahun 2012 sampai 2016. Sepanjang 2012-2016, CV Kalimass telah mengadakan 15 perjanjian Sewa Beli Unit Alat Berat atau Barang Modal dengan pihak PT IBF, dimana 9 perjanjian telah lunas atau selesai.” Kata Surya Bakti Batubara saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (1/8/2018).
Namun sayangnya sejak tahun 2013, seiring dengan kondisi hancurnya bisnis batubara yang dikelola oleh CV Kalimas, membuat CV Kalimass tidak mampu melaksanakan sepenuhnya pembayaran sewa beli alat berat milik PT IBF.
Atas kondisi tersebut, Pihak PT IBF kemudian mengambil tindakan restrukturisasi utang piutang dengan CV Kalimass.
Mengutip dokumen surat yang dikirimkan ke OJK dan IKNB, dijelaskan Surya, dalam restrukturisasi, sisa utang dihitung dengan cara mengakumulasi sisa utang, bunga, denda terlambat, periode/tenor diperpanjang, tetapi dengan tingkat suku bunga yang tidak diturunkan. Hingga tahun 2016, masih terdapat 6 Perjanjian sewa beli yang belum selesai yang kemudian direstrukturisasi.
Namun, melansir surat CV Kalimass yang dikirim ke OJK dan IKNB akibat restrukturisasi perjanjian tersebut, justru dianggap merugikan CV Kalimass.
Surya menduga, perubahan-perubahan (restrukturisasi) itu semata-mata hanya untuk kepentingan PT IBF agar laporan keuangannya terlihat baik dan bisa menjadi perusahaan go publik.
“Perhitungan untuk perjanjian-perjanjian yang belum selesai atas harga objek leasing yang tahun pembuatannya pada tahun 2012-2013, pada restrukturisasi terakhir jauh lebih mahal sekitar lebih dari 100 persen dari harga pasar per-unit pertahun pembuatan 2012-2013, bahkan dari harga unit baru.” Terang Surya.
Menurut dia, hal itu diakui atau dicatat dalam Account Reiceivable Ledger Report (catatan akunting) yang dibuat oleh PT IBF perihal keterangan nilai aset pendirian CV Kalimass Jaya Utama.
“Perhitungan restrukturisasi itu seharusnya meringankan beban kewajiban CV Kalimass, namun sebaliknya, sisa utang diperhitungkan secara akumulatif, tidak wajar dan ditentukan sendiri oleh PT IBF, seperti pembebanan bunga, denda keterlambatan dan bunga berbunga.” Ungkap Surya.
“Perhitungan PT IBF mempraktekan bunga berbunga, padahal dalam transaksi Syariah, hal itu tidak diperbolehkan. CV Kalimass telah dibebani utang yang melebihi 100 persen dari utang sebelum restrukturisasi.” Kata Surya.
Dijelaskan, PT IBF telah mengirimkan surat penarikan perjanjian objek perjanjian/leasing, sebagaimana tertuang di dalam surat no 493/IBF-CLC/XI/15 tertanggal 18 November 2015, Surat no 036/IBF-CLC/II/17 tertanggal 16 Februari 2017, dan surat no 117/IBF-CLC/VIII/17 tertanggal 30 AGustus 2017.
“Namun tidak dilakukan oleh PT IBF yang mengakibatkan utang CV Kalimass semakin membengkak. Sebagaimana ketentuan leasing sewa beli jika angsuran tertunggak, seharusnya PT IBF melakukan penarikan objek perjanjian,” Kata Surya.
Sikap PT IBF yang membiarkan atau tidak menarik unit barang atau objek leasing, disertai melakukan penghitungan yang tidak wajar dengan cara membebani CV Kalimass atas bunga berbunga dan denda secara akumulatif, ditegaskan Surya, hal itu telah mematikan usaha CV Kalimass.
“Selain itu, CV Kalimass juga telah dirugikan oleh PT IBF dimana dokumen berupa invoice asli atas unit/barang modal yang telah lunas dibayar, tidak diserahkan kepada CV Kalimass.” ungkap Surya.
Atas dasar itulah, Pihak CV Kalimass menduga telah terjadi penggelapan unit sewa beli yang telah lunas atas 9 perjanjian sewa beli tetapi invoice asli masih ditahan oleh PT IBF.
“Kami sudah meminta kepada pihak IBF tetapi sampai saat ini belum ada tanggapan. Invoice asli masih ada di Bank.” Katanya.Surya menegaskan, apabila tidak ditanggapi, pihaknya berencana menyampaikan kepada Bank-bank yang menahan invoice tersebut.