Suaraeradigital.id-Jakarta,24 Juli 2019-Dua tahun pasca pelantikan sebagai Gubenur DKI Jakarta, Anies Baswedan merasa nyaman karena janji-janji kampanyenya belum ditagih publik Jakarta. Namun kenyamanan itu akhimya mulai tercium bau tak sedap oleh kebijakan-kebijakan kontradiktif, tidak sejalan dengan tuntutan warga Jakana yang menginginkan perubahan. Bahkan dari semua kebijakan Anies, sampai saat ini belum satupun karya spektakuler.

Dua tahun bukan waktu yang singkat untuk menata kota Jakarta ini untuk menjadi Iebih baik. Bahkan, untuk mempertahankan kebijakan yang sudah ada saja Anies tak mampu, seperti Kartu Jakarta Pintar, Kartu Jakarta Sehat, pajak gratis, banjir tahunan.

OK OC dan status rumah DP 0% yang entah kemana juntrungnya tak jelas. Quo Vadis Jakarta?

Hingga detik ini, masyarakat kota Jakarta menantikan gebrakan kebijakan pro rakyat, namun ternyata hanya carut marutnya kota yang bisa disuguhkan. Bahkan tidak ada perbaikan signiflkan, malah wajah Jakarta makin buruk rupa. Ruang-ruang publik tak terurus, banjir mulai kembali menggenangi titik-titik rawan. Kemacetan pun semakin parah akibat minim gagasan, minim ide.. Apa kerja Anies?? Tidak ada!

Teranyar, polemik proyek reklamasi teluk Jakarta yang sempat dijanjikan bakal ditolak Anies saat kampanye ternyata hanya tipuan belaka. Anies justru menerbitkan 932 Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di pulau D hanya berdasarkan Peraturan Gubemur No. 206 Tahun 2016. Di Pulau D, terdapat 932 bangunan yang terdiri dari 409 rumah tinggal dan 212 rumah kantor (rukan). Ada pula 311 rukan dan rumah tinggal yang belum selesai dibangun. Padahal, bangunan-bangunan itu sempat disegel oleh Anies pada awal Juni 2018 karena disebut tak memiliki IMB. Langkah Anies ini tentu saja menuai protes. Pasalnya Penerbitan IMB di pulau reklamasi Teluk Jakarta tak sesuai prosedur karena belum ada dasar hukum berupa perda untuk mengatumya.

Konyolnya lagi, dua raperda yang diusulkan oleh Gubemur sebelumnya, yakni Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKS Pantura Jakarta) serta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) yang sempat menjadi tarik-menarik di DPRD dicabut oleh Anies. Dalam raperda tersebut terdapat Ayat 10
Tambahan kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c diberikan dalam rangka:
a. revitalisasi kawasan Utara Jakarta; dan
b. revitalisasi daratan Jakarta secara keseluruhan.

Ayat 11
Tambahan kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dihitung sebesar 15% (lima belas persen) dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual tahun tambahan kontribusi tersebut dikenakan.

Dua raperda ini yang menjadi tarik-menarik di DPRD yang berujung Ketua Komisi D DPRD DKI saat itu, Sanusi, tertangkap tangan karena menerima suap dari pengembang reklamasi, yakni Presiden Agung Podomoro Land Ariesman Vidjaja.

Publik perlu tahu, bahwa draft raperda tersebut mengatur kontribusi tambahan kewajiban pengembang berupa kompensasi 15% untuk pembangunan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial kini hilang dari pembahasan DPRD karena telah ditarik oleh Anies dari DPRD tertanggal 22 November 2017. Dari mana 15% itu didapat? lni ada rujukan SK Gubernur DKI Jakarta No.540 Tahun 1990 dan No. 640 Tahun 1992. Di dalam SK Gubernur itu ditetapkan setiap pengembang yang mengembangkan lahan minimal 5.000 meter persegi harus menyisihkan 20 persen lahan efektif untuk pembangunan rumah susun (Rusun).

Dalam surat dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas 10 Maret 1997, yang waktu itu dijabat oleh Ginanjar Kartasasmita dalam poin 2 disebutkan beginizPola kompensasi dan pola pengembangan di kawasan barat pantura Jakarta dilaksanakan mengikuti pola Kapuk Naga yang lebih Iuas, yang antara Iain berupa teknik reklamasi menggunakan sistem polder dan kompensasi tanah matang untuk pemerintah daerah sebesar lima persen dari luas kotor dari daerah reklamasi.

Sistem polder artinya untuk menghadang rob dan banjir laut diharuskan membangun tanggul. Surat itu menjelaskan ada dua bentuk kontribusi tambahan pengembang: (1) pembangunan tangguI-tanggul pesisir untuk mencegah rob (ini disebut sistem polder) dan (2) penyerahan 5% tanah hasil reklamasi selain tanah kewajiban fasos dan fasum. Nantinya dalam Raperda Zonasi, Gubernur sebelum Anies menambahkan kontribusi lain: Pemprov DKI memperoleh tambahan kontribusi 15 % dari NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak).

Keppres No.52 Tahun 95 juga menjadi payung hukum kompensasi 15% terkait Reklamasi dan ditindaklanjuti dengan menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Tata Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta.

Warga Jakarta harus mengetahui, ketika raperda ini ditarik dari pembahasan. artinya ada potensi kerugian senilai 15% yang diperuntukan bagi pembangunan fasum & fasos yang bisa dinikmati warga Jakarta. Berapa nilai 15% jika dikonversikan ke rupiah? Begini rumus hitung 15%.

1. formula perhitungan Kompensasi untuk tanah: Kompensasi = 15% x Lt x NP
Keterangan:
Lt: Luas tanah di bawah Ruang Bebas
NP: Nilai Pasar tanah dari Lembaga Penilai
2. formula perhitungan Kompensasi untuk bangunan: Kompensasi = 15% x Lb x NPb
Keterangan:
Lb: Luas bangunan di bawah Ruang Bebas
pr: Nilai Pasar bangunan dari Lembaga Penilai
3. formula perhitungan Kompensasi untuk Tanaman: Kompensasi = NPt Keterangan:
NPt: Nilai Pasar Tanaman dari Lembaga Penilai

Jika menggunakan rumus ini, maka 15% dari Iuas tanah reklamasi teluk Jakarta bisa mencapai RP. 150 triliun. RP. 150 Triliun..!! lni nilai yang sangat besar…!! Bayangkan aja 150 T setiap tahun untuk bangun Jakarta. Lalu mengapa Anies menghilangkan kompensasi 15 %? Apakah ada deal terselubung dibelakang meja sang Gubernur? Mari kita kawal…!!!kordinator PRN Marlin Bato.

You may also like

Leave a Comment