Polemik harga tiket pesawat terus menjadi perbincangan saat ini. Masyarakat terus mengeluhkan tingginya harga tiket yang ditetapkan maskapai penerbangan. Atas kondisi tersebut, DPC PERADI Jakarta Pusat sebagai sebuah organisasi advokat memiliki tanggung-jawab ke publik untuk memfasilitasi diskusi terbuka dengan tema “Polemik Harga Tiket Pesawat Dalam Perspektif Hukum, Bisnis dan investasi”.

Seminar ini menghadirkan narasumber dari lintas instansi yaitu Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Lin Che Wei selaku Policy Advisor pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai regulator mewakili pemerintah serta beberapa narasumber lainnya yaitu Djoko Murjatmoko selaku Direktur Operasi & Teknik PT Angkasa Pura II sebagai perwakilan pihak pengelola bandara, Taufik Ahmad selaku Direktur Kebijakan Persaingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”), Tulus Abadi selaku Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (“YLKI”), Chappy Hakim selaku Pengamat Dunia Penerbangan. Dalam seminar ini turut pula dihadiri oleh beberapa influencer dalam bidang penerbangan seperti Capt. Vincent Raditya.

Dalam perspektif perlindungan konsumen, Ketua YLKI Tulus Abadi menyampaikan bahwa konsumen berhak atas harga/tarif yang wajar. Operator penerbangan sebagai provider langsung yang berhadapan dengan konsumen perlu menerapkan tarif berkelanjutan dengan margin profit yang wajar. Beliau juga menyampaikan bahwa pemerintah harus konsisten dalam penerapan Tarif Batas Atas (“TBA”) & Tarif Batas Bawah (“TBB”) yang pelaksanaannya perlu dinamis dengan peninjauan ulang secara berkala yaitu 6-12 bulan dengan )mempertimbangkan aspek konsumen dan pertumbuhan industri penerbangan dalam negeri.

Sementara itu, dari perspektif persaingan usaha Taufik Ahmad selaku Direktur Kebijakan Persaingan KPPU, mengatakan bahwa penerapan TBA idealnya diatur pada rute-rute dengan struktur yang terkonsentrasi, misal yang di monopoli/duopoli/oligopoli oleh maskapai. Lebih Ianjut, ia mengatakan bahwa penerapan TBB dalam persaingan muncul perdebatan.

Di satu sisi dianggap negarif, karena menjadi entry barrier bagi pelaku usaha yang bisa menawarkan tarif di bawah TBB dan menjadi disinsentif bagi inovasi di industri yang bermuara pada munculnya besaran tarif di bawah TBB. Di lain sisi dianggap positif untuk mencegah agar jumlah maskapai yang bersaing di industri penerbangan tetap terjaga pada level tertentu, sehingga persaingan tetap terjadi. Sehingga hal ini dapat mencegah maskapai menjadi korban dari persaingan dengan strategi tarif (subsidi silang atau predatory pricing). Dalam hal terjadi predatory pricing maka hal tersebut menjadi kewenangan KPPU untuk menindaknya.

Lebih Ianjut, menurut pandangan pengamat dunia penerbangan, Chappy Hakim, naiknya harga tiket pesawat disebabkan beberapa faktor, namun yang paling dominan dikarenakan Operating Cost yang dibayarkan dalam bentuk mata uang US Dollar, sedangkan pendapatan maskapai dalam bentuk Rupiah. Sehingga dengan melemahnya Rupiah terhadap US Dollar menyebabkan naiknya harga operasional, yang berdampak juga pada harga tiket pesawat. Solusi mengatasi persoalan tersebut harus berdasar kepada hasil dari investigasi, audit, analisis yang dilakukan dengan kontrol yang terintegrasi dari pemerintah, dengan melibatkan Dewan Penerbangan Nasional dan jejaring perhubungan nasional.

Penyelenggaraan seminar ini oleh DPC PERADI di Hotel Pan Sari Pacific Jakarta Pusat Jum’at 9/8/19. Ini merupakan bagian dari peran aktif kami dalam memberikan kontribusi bagi peserta serta masyarakat pada umumnya dalam memahami polemik harga tiket dunia penerbangan di Indonesia dalam kaitannya dengan perspektif hukum, bisnis dan investasi secara lebih komprehensif.

Sebagaimana diketahui kebijakan pemerintah dalam hal pengaturan harga tlket pesawat melalui Peraturan Menteri Perhubungan No. 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulas! Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonoml Angkutan Udara Niaga Beljadwal Dalam Negeri, serta Keputusan Menterl Perhubungan Rebuplik Indonesia No. 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri menjadi acuan yang dapat digunakan sebagai referensi penerapan formulasi harga tyket pesawat, bagi lndusttri baru bagi penerbangan dalam negeri.

Kebijakan tersebut adalah implementasl pemerlntah dalam menerapkan tarlf batas atas dan tarif batas bawah industri penerbangan, sebagal upaya menengahi polemik mengenai harga tiket pesawat masyarakat, dengan mempertimbangkan berbagal aspek secara komprehensif yaitu daya beli masyarakat dalam kerangka perlindungan konsumen, kebutuhan industri penerbangan, potensi persaingan usaha, serta komparisi pengelolaan dunia penerbangan dalam skala global.

You may also like

Leave a Comment