SuaraEraDigital.Com. Jakarta – Minggu , 18 April 2020.

Jakarta–Ribuan warga di Indonesia saat ini merasa menjadi korban usaha pinjaman online dan mereka memohon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertindak tegas karena merasa data pribadi disebarkan perusahaan keuangan yang memberi pinjaman.

Ketua Himpunan Advokat Muda (HAMI) Bali Bersatu Agustinus Nahak akan mendampingi para korban pinjaman online (pinjol) tersebut untuk diadukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator agar mengatur dengan ketat perusahaan peminjama keuangan yang beroperasi online (fintech).

Sebagaimana diketahu HAMI se-Indonesia sudah mulai membuka posko mereka di daerah masing-masing pengaduan untuk menerima laporan warga yang merasa menjadi korban pinjol.

Mereka mengadu karena sebagai debitur, pihak fintech sebagai pemberi pinjaman dianggap telah melanggar hukum dengan menyebarkan data pribadi mereka dan melakukan penagihan yang tidak hanya dilakukan kepada peminjam atau kontak darurat yang disertakan oleh peminjam.

Tak hanya itu, di antara  korban yang mengadu, ada yang merasa menerima ancaman, fitnah hingga pelecehan seksual.

Dari laporan korban, Ketua HAMI Bali Bersatu juga mencatat banyak fintech yang dianggap melanggar peraturan

“Yang pertama, kami akan mengkonsolidasi semua korban dulu. HAMI Bali Bersatu akan membantu korban pinjaman online (pinjol) untul melapor ke OJK dan Kepolisian termasuk ke Kemenkominfo, “jelas Agustinus Nahak

“Karena ada aturannya terkait hal tersebut. Karena OJK punya tanggung jawab kalau dilihat dari Undang-Undang OJK,” papar Agustinus Nahak kepada para awak media, Minggu (18/4/2021).

Salah satu tanggung jawab OJK, menurut Agustinus Nahak, adalah perlindungan terhadap konsumen. OJK sendiri, terkait aplikasi pinjaman daring, sudah mengeluarkan aturan POJK nomor 77.

“Kami membuka ruang komunikasi, jika ada masyarakat menjadi korban pinjol agar secepatnya melapor ke kami untuk pendampingan, “tandas Agustinus Nahak.

“Dalam hal terjadi dan terbukti, penyelenggara legal melakukan pelanggaran terhadap hal-hal tersebut, maka Agustinus Nahak meminta agar OJK dapat mengenakan sanksi sesuai dengan pasal 47 POJK 77, mulai dari peringatan tertulis, pembekuan kegiatan usaha sampai dengan pembatalan atau pencabutan tanda daftar atau izin,” sebutnya.

“Harusnya OJK tidak hanya mengatur aplikasi pinjaman online terdaftar di OJK, tapi juga yang tidak terdaftar di OJK. OJK harus mewajibkan semua aplikasi mendaftar di OJK dan apa sanksinya jika tidak mendaftar.”Ujar Agustinus Nahak.

Ia tambahkan bahwa aturan tersebut juga menjelaskan bahwa aplikasi pinjaman online tidak boleh menyerap data pribadi.

“Tapi kemudian silahkan cek sendiri di Playstore atau Appstore, yang bagian permission, apakah aplikasi yang terdaftar atau tidak terdaftar melakukan penyerapan terhadap gawai si peminjam?,” ucapnya.

Agustinus Nahak menjelaskan ketika seseorang melakukan pinjaman lewat aplikasi, setiap peminjam akan dimintai foto KTP dan foto dirinya bersama KTP-nya.

Hal itu berlaku di semua aplikasi baik yang terdaftar atau tidak terdaftar.

“Kalau OJK bilang, tidak boleh menyerap data pribadi, KTP itu kan data pribadi. Di POJK 77 itu ada 5 tahapan sanksi. Sanksi beratnya adalah pencabutan izin. Pencabutan izin apa? Pencabutan izin aplikasi.”

“Apakah OJK tidak pernah melakukan pencabutan izin usaha? Ada, coba cek aturan OJK soal reksadana. OJK berani menutup usaha mereka, maka untuk pinjol tidak terdaftar juga harus berlaku demikian,” tukas Agustinus Nahak.

Terakhir Agustinus Nahak meminta agar OJK RI bersama-sama Kepolisian Republik Indonesia dan Kemenkominfo agar segera bertindak tegas terhadap pinjaman online tidak terdaftar agar tidak meresahkan masyarakat.

( Jalal/Yanti )

 

You may also like

Leave a Comment